Senin, 23 April 2012
Kerugian yang disebabkan oleh hama dan penyakit tanaman diperkirakan mencapai 37% dari total produksi, dan 13% di antaranya karena serangan hama. Teknologi yang sampai saat ini sering digunakan untuk pengendalian hama adalah insektisida. Teknologi ini cukup populer karena efeknya dapat dilihat dalam waktu relatif singkat setelah aplikasi Namun relatif mahal terutama bagi petani di negara sedang berkembang, serta berbahaya bagi manusia, hewan, spesies bukan sasaran, dan lingkungan jika aplikasinya tidak sesuai dengan prosedur. Teknologi lain yang dapat dipakai sebagai komponen pengendalian hama adalah varietas tahan.
Penggunaan varietas tahan untuk pengendalian hama telah menunjukkan keampuhannya, misalnya varietas unggul tahan wereng (VUTW) untuk pengendalian wereng cokelat pada padi. Namun, tidak semua hama mempunyai varietas tahannya, dan jika pun ada, jumlah plasma nutfah yang mengandung gen tahan sangat terbatas. Berkembangnya teknologi rekombinan DNA dan Pemuliaan Tanaman telah membuka peluang untuk merakit tanaman tahan hama melalui rekayasa genetika dan persilangan. Teknologi ini mempunyai beberapa kelebihan, yaitu: 1) dapat memperluas pengadaan sumber gen resisten 2) dapat memindahkan gen spesifik ke bagian yang spesifik pula pada tanaman; 3) memungkinkan mengintroduksi beberapa gen tertentu dalam satu event transformasi sehingga dapat memperpendek waktu perakitan tanaman dengan resistensi ganda (multiple resistance); 5) dapat menelusuri dan mempelajari perilaku gen yang diintroduksi dalam lingkungan tertentu, seperti kemampuan gen suatu tanaman untuk pindah ke tanaman lain spesies (outcrossing). Perakitan tanaman transgenic tahan hama merupakan salah satu bidang yang mendapat perhatian besar dalam perbaikan tanaman.
Perakitan tanaman transgenik tahan hama umumnya mempergunakan gen dari Bacillus thuringiensis (Bt). Penanaman tanaman transgenic tahan hama yang mengandung gen Bt dapat mengurangi penggunaan pestisida secara nyata. Di Indonesia, perakitan tanaman transgenic telah dilakukan di berbagai lembaga penelitian. Komoditas yang diteliti dan direkayasa meliputi padi untuk ketahanan terhadap penggerek batang dan wereng cokelat, kedelai untuk ketahanan terhadap penggerek polong, ubi jalar untuk hama boleng, dan kakao untuk ketahanan terhadap penggerek buah kakao
Untuk keperluan ini umumnya akan dicari hama yang tidak mempunyai sumber gen tahan dari spesies tanaman inangnya, misalnya hama penggerek batang padi. Setelah itu ditentukan kandidat gen tahan yang akan dipakai, misalnya Bt-toksin  dapat menghambat pertumbuhan serangga dengan mengganggu proses pencernaannya. Untuk mengetahui insektisida protein yang mempunyai potensi untuk menghambat pertumbuhan hama target dapat dilakukan percobaan in vitro atau in vivo untuk mengetahui pengaruh produk dari suatu gen tahan terhadap enzim-enzim yang terdapat dalam sistem pencernaan suatu jenis serangga. Setelah ditentukan kandidat gen yang akan digunakan dalam proses transformasi, pekerjaan selanjutnya dapat diserahkan ke disiplin ilmu lain seperti kultur jaringan dan biologi molekuler.
Hal ini diperlukan untuk menentukan kemampuan gen yang terekspresi pada tanaman transgenic dalam menahan perkembangan hama . Penelitian dilanjutkan di lapangan untuk mengetahui penampilan tanaman transgenik dan pengaruhnya  terhadap hama target dan nontarget erutama musuh alaminya. Setelah transgen dipastikan terkandung dalam tanaman transgenik, selanjutnya ditentukan apakah transgen tersebut diturunkan pada keturunannya mengikuti rasio Mendelian .
Dalam upaya perbaikan tanaman transgenic perlu dilakukan penyilangan antara tanaman transgenik dan galur elit untuk mendapatkan tanaman transgenik tahan hama yang mempunyai sifat agronomi yang diinginkan pula. Untuk maksud tersebut dapat digunakan teknik molekuler guna menyeleksi keturunan dari tanaman transgenik, seperti seleksi restriction fragment length polymorphism (RFLP), dan random amplified polymorphic DNA-PCR (RAPD-PCR).
Melalui pemuliaan diharapkan dapat diperoleh tanaman transgenik yang mampu bersaing dengan tanaman nontransgenik, antara lain dalam potensi hasil tinggi yang dapat dicapai oleh petani.

Sumber:
Amirhusin, Bahagiawati. 2004. Perakitan Tanaman Transgenik Tahan Hama. Jurnal Litbang. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian. 23:(1)

Laporan Fistum euy..

Sabtu, 14 April 2012
            Respirasi merupakan proses katabolisme atau penguraian senyawa organik menjadi senyawa anorganik. Respirasi sebagai proses oksidasi bahan organik yang terjadi didalam sel dan berlangsung secara aerobik maupun anaerobik. (Lovelles, 1997). Proses respirasi suatu organisme dipengaruhi oleh Substrat, temperatur, umur dan tipe jaringan, oksigen, rangsangan mekanik, dan Luka.      
Kuosien respirasi merupakan angka perbandingan antara volume CO2 yang dibebaskan dengan volume O2 yang diabsorbsi secara simultan oleh jaringan dalam periode waktu, suhu dan tekanan tertentu. Kuosien respirasi memberi petunjuk tentang jenis substrat yang dioksidasikan dan jenis metabolisme yang sedang berlangsung. Nilai KR>1 menunjukkan sel yang kekurangan O2, terjadi respirasi aerob yang dibantu oleh respirasi anaerob untuk menambah energi. Sedangkan nilai KR<1 mengindikasikan bahwa sebagian/seluruh CO2 yang dihasilkan dalam respirasi digunakan langsung oleh organisme tersebut seperti untuk fotosintesis.
          Tumbuhan muda akan memiliki nilai KR yang relatif lebih kecil daripada tumbuhan dewasa), Jenis substrat ( bila karbohidrat yang dipergunakan oleh tanaman sebagai substrat, maka KR=1. Pada jenis asam organik lainnya seperti : Triolein, Tripalmitin serta Asam Oleat rasio, akan menyebabkan rasio antara CO2 dan O2 menurun. Asam-asam lain yaitu Asam Oksalat, Asam Malat, dan Asam Tartat mampu meningkatkan nilai KR>1), Ketersediaan oksigen ( keterbatasan jumlah oksigen akan memicu reaksi anaerob yang membuat nilai KR akan menjadi lebih besar )

Sumber.
Anonim. 2008. Respirasi. [terhubung berkala]. http://annisanfushie.wordpress.com/2008/12/07/respirasi-pada-tumbuhan
Anonim. 2011. Faktor Respirasi. [terhubung berkala]. http://zonabawah.blogspot.com/2011/04/faktor-faktor-yang-mempengaruhi_5880.html.
Lovelles. A. R. 1997. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan untuk daerah Tropik. Jakarta:Gramedia.

Kering Alur Sadap (KAS)

Jumat, 13 April 2012
Kering Alur Sadap merupakan penyakit fisiologis yang relatif terselubung, karena secara
morfologis tanaman tampak sehat, malah seringkali menampakkan pertumbuhan tajuk yang lebih baik dibandingkan tanaman normal, tetapi kulit tidak mengeluarkan lateks bila disadap. Gejala awal sebagian alur sadap kering, kemudian lebih lanjut terlihat kulit bidang sadap kering dan pecah-pecah hingga mengelupas. Secara normal tanaman karet yang produktif melakukan regenerasi lateks tergantung dari lamanya lateks mengalir pada setiap kali penyadapan.
Penyadapan yang berlebihan sebelum regenerasi lateks dan pemberian stimulan yang berlebihan hanya mengeluarkan/membuang lebih banyak serum sehingga secara fisiologis tidak terjadi keseimbangan yang mengakibatkan sel-sel pembuluh lateks mengalami keletihan. Oleh karena ketidakseimbangan fisiologis ini menyebabkan terjadinya kerusakan inti sel yang menyebabkan terjadinya koagulasi di dalma sel pembuluh lateks sehingga daerah aliran lateks mnejadi kering karena tertutupnya jaringan pembuluh lateks.
Penyebab utama terjadinya kering alur sadap adalah tidak seimbangnya antara lateks yang dieksploitasi dengan lateks yang terbentuk kembali. Intensitas kering alur sadap dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu jenis klon, sistem penyadapan, pemeliharaan tanaman dan umur tanaman. Kering alur sadap tidak menular dari satu tanaman ke tanaman lainnya tetapi secara berlahan menyebar antara panel ke panel sesuai dengan arah sadapan dan alur pembuluh lateks.
Gejala Serangan
Ø  Tanaman tampak sehat dan pertumbuhan tajuk lebih baik dibandingkan tanaman normal.
Ø  Tidak keluar latek di sebagian alur sadap. Beberapa minggu kemudian.
Ø  keseluruhan alur sadap ini kering dan tidak me-ngeluarkan lateks.
Ø  Lateks menjadi encer dan Kadar Karet Kering (K3) berkurang.
Ø  Kekeringan menjalar sampai ke kaki gajah baru ke panel sebelahnya.
Ø  Bagian yang kering akan berubah warnanya menjadi cokelat dan kadang-kadang terbentuk gum (blendok).
Ø  Pada gejala lanjut seluruh panel / kulit bidang sadap kering dan pecah-pecah hingga mengelupas.
Ø  Dilakukan sadap tusuk di bawah bidang sadap sampai ke bawah, apabila tidak keluar cairan latek berari sudah terserang KAS

Penyakit Mouldy Rot pada Karet

      Penyebabnya adalah cendawan Ceratocystis fimbriata. Jamur ini memiliki benang-benang hifa yang membentuk lapisan berwarna kelabu pada bagian yang terserang. Spora banyak dihasilkan oleh bagian tanaman yang sakit dan dapat bertahan hidup dalam keadaan kering.
Penyakit mouldy rot mengakibatkan luka-luka pada bidang sadap, sehingga pemulihan kulit terganggu. Akibatnya bekas bidang sadap menjadi bergelombang sehingga menyulitkan penyadapan berikutnya. Adakalanya bidang sadap akan rusak sama sekali sehingga tidak mungkin disadap lagi.
Serangan mouldy rot biasanya timbul pada musim hujan dan banyak dijumpai didaerah-daerah yang lembab, beriklim basah, serta pada tanaman yang disadap dekat permukaan tanah. Penularan penyakit ini melalui spora yang diterbangkan oleh angin, dapat mencapai jarak yang jauh. Selain itu penularannya bisa terjadi melalui pisau sadap yang dipakai menyadap pohon yang sakit.
Gejala Serangan 
·         Mula-mula tampak selaput tipis berwarna putih pada bidang sadap didekat alur sadap. Selaput ini berkembang membentuk lapisan seperti beludru berwarna kelabu sejajar dengan alur sadap.
·         Apabila lapisan dikerok, tampak bintik-bintik berwarna coklat kehitaman.
·         Serangan bisa meluas sampai ke kambium dan bagian kayu.
·         Pada serangan berat bagian yang sakit membusuk berwarna hitam kecokelatan sehingga sangat mengganggu pemulihan kulit.
·         Bekas serangan membentuk cekungan berwarna hitam seperti melilit sejajar alur sadap. Bekas bidang sadap bergelombang sehingga menyulitkan penyadapan berikutnya atau tidak bisa lagi di sadap.
Pengendalian
Ø  Di daerah yang beriklim basah atau rawan penyakit ini dianjurkan menanam klon resisten yang telah direkomendasikan.
Ø  Pisau sadap diberi desinfektan sebelum digunakan.
Ø  Menurunkan intensitas penyadapan atau menghentikan penyadapan pada serangan berat.
Ø  Hindari torehan yang terlalu dalam pada saat penyadapan agar kulit cepat pulih.
Ø  Tanaman yang sudah terserang dioles fungisida 5 cm di atas irisanv sadap sehari setelah penyadapan dan getah belum dilepas. Interval pengolesan 1-2 minggu sekali sampai tanaman kembali sehat.

Bercak daun yang disebabkan oleh Helminthosporium sp.

Kamis, 05 April 2012
Bercak daun yang disebabkan oleh Helminthosporium sp.   
Gejala serangan tampak dari bercak-bercak kecil yang berwarna kuning transparan dan semakin meluas. Bercak yang sudah terserang pada stadium lanjut akan berwarna kehitaman dan berbentuk bulat atau lonjong. Pada kondisi serangan berat, bercak bersatu dan bentuknya tidak beraturan. Penularan penyakit iini melalui spora yang dapat menyebar melalui angin dan tanah, umumnya menyerang bibit yang baru dipindah tanamkan (umur 4 bulan). Penyakit bercak daun ini sebenarnya tidak merugikan, tetapi  juga dapat menyebabkan kematian bibit, terutama pada musim kemarau, dmana tanaman kekurangan air dan menjadi rentan serangan pathogen.

dari berbagai sumber.